Kamis, 31 Maret 2011

Kisah Arah Kiblat

KISAH PERDEBATAN ARAH KIBLAT
 SYEIKH NAWAWI AL-BANTANI  VS HABIB  UTSMAN (MUFTI Betawi)
Oleh : Syaiful Anwar
Karamah Syaikh Nawawi Al-Bantani diperlihatkannya di saat mengunjungi salah satu masjid di Jakarta yakni Masjid Pekojan. Masjid yang dibangun oleh salah seorang keturunan cucu Rasulullah saw Habib Utsmân bin ‘Agîl bin Yahya al-‘Alawi, Ulama dan Mufti Betawi (sekarang ibukota Jakarta), itu ternyata memiliki kiblat yang salah. Padahal yang menentukan kiblat bagi mesjid itu adalah Sayyid Utsmân sendiri.
Tak ayal , saat seorang anak remaja yang tak dikenalnya menyalahkan penentuan kiblat, kagetlah Sayyid Utsmân. Diskusipun terjadi dengan seru antara mereka berdua. Sayyid Utsmân tetap berpendirian kiblat Mesjid Pekojan sudah benar. Sementara Syaikh Nawawi remaja berpendapat arah kiblat mesti dibetulkan. Saat kesepakatan tak bisa diraih karena masing-masing mempertahankan pendapatnya dengan keras, Syaikh Nawawi remaja menarik lengan baju lengan Sayyid Utsmân. Dirapatkan tubuhnya agar bisa saling mendekat.
 “Lihatlah Sayyid!, itulah Ka’bah tempat Kiblat kita. Lihat dan perhatikanlah! Tidakkah Ka’bah itu terlihat amat jelas? Sementara Kiblat masjid ini agak ke kiri. Maka perlulah kiblatnya digeser ke  kanan agar tepat menghadap ke Ka’bah". Ujar Syaikh Nawawi remaja.    
Sayyid Utsmân termangu. Ka’bah yang ia lihat dengan mengikuti telunjuk Syaikh Nawawi remaja memang terlihat jelas. Sayyid Utsmân merasa takjub dan menyadari , remaja yang bertubuh kecil di hadapannya ini telah dikaruniai kemuliaan, yakni terbukanya nur basyariyyah. Dengan karamah itu, di manapun beliau berada, Ka’bah tetap terlihat. Dengan penuh hormat, Sayyid Utsmân langsung memeluk tubuh kecil beliau. Sampai saat ini, jika kita mengunjungi Masjid Pekojan akan terlihat kiblat digeser, tidak sesuai aslinya.
Komentar Penulis :
Syeikh Nawawi Al-Bantani merupakan ulama yang memiliki keilmuan beberapa disiplin ilmu, antara lain ilmu fiqih dengan karangan kitabnya : Kasyifatus Saja ala syarhil Safinatin Naja, Nihayatuz zain Fii Irsyadil Mubtadi’iin, Quwwatul Habibil Gharib, Sarah Sullamul Munajat. Bidang Tafsir Al-Qur’an dengan karangan kitabnya yang monumental : Tafsirul Munir “Muraah Labiid”. Dalam Bidang ilmu Kalam/Aqidah dengan karangan kitabnya : Nuruz Zhalam ala Syarhi Aqidatil Awam dan masih banyak lagi. Bukan hanya menguasi ilmu-ilmu agama saja, Syeikh Nawawi juga mengasai ilmu Geografi dan astronomi (ilmu Falak) dimana keterangan ini penulis dapatkan dari kitab Sullamul Munajat. Menurut Syeikh Nawawi untuk wilayah Banten terletak  pada letak geografis 6 derajat mengarah ke Selatan dan letak lintang Makkah mengarah ke utara dengan ukuran 21 derajat. Syeikh Nawawi mengatakan didalam tulisan kitabnya “Sulamul Munajat” bahwa arah kiblat penduduk pulau jawa sebesar 26 derajat dari titik barat ke utara. Dalam kitab tersebut terdapat gambar kompas sebagai penentuan arah kiblat.
Maka dari itu dalam menentukan arah kiblat tentunya kita mengikuti para ulama yang sudah masyhur dan tidak diragukan lagi segi keilmuannya. Beberapa ulama yang membenarkan arah kiblat di wilayah Jakarta selain Syeikh Nawawi Banten adalah Syeikh Muhammad Arsyad Al-Banjari dari Kalimantan Selatan yang meluruskan arah kiblat Masjid Luar Batang. Dikisahkan, suatu hari Syeikh Arsyad shalat di Masjid Luar Batang. Dia melihat bahwa arah kiblatnya tidak tepat. Dia seketika itu memberitahu kepada orang banyak. “Benarkah arah masjid ini kurang tepat menghadap kiblat?” Tanya mereka. Syeikh Arsyad seketika menunjukkan tangannya kearah kiblat yang sebenarnya. Agar orang banyak tidak ragu atas koreksinya, Syeikh Arsyad mempersilahkan orang banyak mengintai dari celah-celah tangan jubahnya yang diarahkan menuju arah kiblat. Dari celah-celah tangan jubah Syeikh Arsyad itu, orang-orang melihat ka’bah dengan jelas. Sejak saat itu, arah kiblat Masjid Luar Batang Jakarta dibetulkan arah kiblatnya, sesuai dengan petunjuk Syeikh Muhammad Arsyad al-Banjari[1].
Dari kisah diatas bisa diambil kesimpulan, bahwa arah kiblat dapat dicari dengan ilmu astronomi/falak atau dengan bantuan alat kompas.[2] Para ulama berpendapat kompas bisa atau boleh digunakan sebagai penentuan arah kiblat, apalagi zaman semakin modern dimana perkembangan sains dan teknologi seperti Penentuan arah kiblat dengan alat Global Positioning System (GPS) dan google earth, hal ini merupakan dapat diqiaskan dengan kompas sebagai penentuan arah kiblat, sehingga ibadah yang kita lakukan semakin mantap.
Ketahuilah! bahwa dalam ilmu astronomi, arah terbagi sebagai berikut :
1.             Arah Utara sejati yang merupakan titik awal penentuan arah dengan azimuth 0 derajat,
2.             Arah Timur laut yaitu arah di antara titik utara dan timur, berada pada azimuth 45 derajat,
3.             Arah Timur sejati dengan azimuth 90 derajat,
4.             Arah Tenggara yaitu arah di anatara titik timur dan selatan, berada pada azimuth 135 derajat,
5.             Arah Selatan sejati dengan azimut 180 derajat,
6.             Arah barat laut yaitu arah antara titik selatan dan barat dengan azimuth 225 derajat,
7.             Arah Barat Sejati yaitu arah dengan azimuth 270 derajat,
8.             Arah Barat daya yaitu arah antara titik barat dengan utara berada pada azimuth 315 derajat,
Dari pembagian arah tersebut bahwa arah barat terbagi menjadi 3 macam, yaitu barat laut, barat sejati[3] dan barat daya yang membentang dengan azimuth 225 – 315 derajat, sedangkan para ahli astronomi, ulama, Lembaga Departemen Agama RI, Lajnah Falakiyah PBNU dan lain-lain menetapkan arah kiblat untuk wilayah DKI Jakarta berada pada titik azimuth 295 derajat 9 menit, hal ini sudah ketentuan yang pasti yang dibuktikan secara ilmiah baik dengan cara tradisional maupun modern. Penentuan arah kiblat dengan cara tradisional dalam dilakukan dengan mengamati bayangan matahari pada setiap tanggal 28 Mei pukul 16:18 WIB dan 16 Juli pukul 16:27 WIB[4] dimana setiap benda yang tegak lurus akan menghasilkan bayangan yang menuju tepat ke Ka’bah Baitullah, sebagaimana pendapat kharismatik ahli hisab & rukyat almarhum almaghfurlah KH. Turaichan Kudus, bahwa kedua tanggal tersebut sebagai hari penentuan atau pelurusan arah kiblat (Yaumul Rashdil Qiblah). Sedangkan dengan cara modern, penentuan dapat digunakan alat GPS (Global Positioning System), Theodolith atau Total Station untuk mencari presisi yang akurat dengan azimuth kiblat 295 derajat 9 menit.
Adapun rukyat dengan teknologi dapat dilakukan dengan software Google Earth yang terkoneksi dengan internet. Dengan google earth kita dapat melihat dan mengoreksi arah masjid/mushalla dengan pencitraan satelit, yaitu dengan perangkat penggaris google earth suatu masjid/mushalla dapat ditarik lurus ke Ka’bah Baitullah, dan hasilnya cukup jelas pas kearah Ka’bah atau melenceng. Dengan software google earth yang canggih ini, arah kiblat dapat dihasilkan dengan tepat dan cepat.
Ketahuilah!  Kegiatan melihat arah kiblat dengan alat teknologi google earth, tidak bertentangan dengan syar’i, dikarenakan hal ini sesuai dengan pendapat Syeikh Nawawi Al-Bantani dalam kitab Sullam Munajat bahwa bangunan Ka’bah dari Banten mengarah ke Rukun Yamani (tiang penyangga ka’bah sebelah kanan) yang terdapat Hajar Aswad pada tiang tersebut, dan jika dibuktikan dengan alat google earth pendapat syeikh Nawawi ini benar secara teknologi.
Kesimpulan penulis, bahwa apapun metode yang digunakan dalam penentuan arah kiblat, baik tradisional maupun modern akan menghasilkan arah yang sama, arah yang satu yaitu Ka’bah Baitullah, bukan arah barat semata yang membentang 90 derajat[5] dari arah barat laut – barat sejati –barat daya. Sehingga semua kalangan dari orang awam sampai dengan cendikiawan dapat menentukan arah kiblat yang tepat, sesuai dengan kemampuan masing-masing. Hal ini tentunya tidak lepas mengikuti para ahli dalam masalah arah kiblat. Seperti kisah di atas, Sayyid Utsman bin ‘Agîl bin Yahya al-‘Alawi  mengikuti dan mengakui kebenaran  pendapat Syeikh Nawawi yang mempunyai karamah melihat ka’bah dari Masjid Pekojan Jakarta.    


[1] Samsul Munir Amin, Karomah Para Kiyai, LKis, Jakarta. h. 249
[2] Kompas merupakan urutan yang dapat dijadikan pijakan dalam menetapkan arah kiblat sebagaimana terdapat nukilan dari kitab Hasyiah Al-Jamal Juz 2 hal 324, mungkin sekarang bisa pula menggunakan GPS (Global Positioning System) , Theodolith dan Total Station  sebagai penentuan arah kiblat yang lebih canggih.
[3] Barat sejati adalah arah pas di titik barat garis ekuator khatulistiwa atau yang sejajar dengan garis tersebut.
[4] Pada kedua tanggal tersebut, terbukti secara ilmiah dengan ilmu hisab maupun rukyat jadi  dapat dipertanggungjawabkan secara syar’i  maupun sains.
[5] Dihasilkan dari pengurangan azimuth barat daya dengan barat laut (315 – 225 = 90)

1 komentar: